Rabu, 28 Januari 2009

RUSUNAWA CODE YOGYAKARTA
PROBLEMATIKA DAN SOLUSI


A. Latar Belakang Fenomena
Pertumbuhan penduduk yang kian pesat, terutama di kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta, serta ditambah pula urbanisasi yang kian meningkat, menimbulkan pertambahan kebutuhan pemukiman yang cukup besar pula sehingga membuat harga tanah juga ikut melambung tinggi. Harga tanah yang tinggi akan membuat kebutuhan rumah mejadi sulit dijangkau masyarakat.
Di sisi lain, rumah merupakan kebutuhan primer di mana digunakan sebagai tempat untuk bernaung. Akibatnya, tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan ini. Hampir di setiap daerah di tanah air didapati wilayah yang penduduknya menghuni tempat yang sebenarnya sudah tidak layak huni. Yogyakarta sebagai salah satu komoditi pariwisata Indonesia pun tidak luput dari sindrom daerah kumuh ini. Di sepanjang bantaran kali Code misalnya, dapat dilihat betapa banyaknya rumah penduduk yang memprihatinkan.
Persoalan ini perlu dicermati lebih jauh sehingga perlu memikirkan pemukiman yang layak dan berkelanjutan. Dari sinilah mulai timbul alternatif-alternatif solusi tersebut, diantaranya adalah pembangunan rumah vertikal atau yang sering dikenal dengan istilah rumah susun. Dengan adanya rumah susun diharapkan warga mempunyai tempat tinggal yang lebih layak sekaligus sebagai upaya penertiban kota dan peremajaan daerah kumuh.
Pemerintah sendiri turut memperhatikan rumah susun ini, yaitu dengan mengaturnya dalam undang-undang. Definisi rumah susun menurut data UU RI No.4 tahun 1993 adalah bangunan gedung bertingkat, yang dibangun dalam satu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dan dalam arah horizontal maupun vertikal sebagai satuan-satuan yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama/benda bersama dan tanah bersama.
Propinsi DI Yogyakarta sendiri memiliki empat buah rumah susun, salah satunya adalah Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kali Code Yogyakarta. Keberadaaanya yang di tengah pusat kota sangat strategis bagi para penduduk, bahkan keberadaannya diharapkan persepsi perkampungan kumuh di pinggir Sungai Code khususnya dan pinggir sungai umumnya, yang dikenal dengan sebutan “ledok” bisa di ubah menjadi wilayah tempat tinggal yang tidak lagi kumuh. Meski, situasi kepadatan tidak bisa dihilangkan, namun tata ruang yang tidak lagi kumuh akan memberikan suasana tersendiri untuk hunian wilayah padat.
Rusunawa Kali Code dibangun sekitar tahun 2003 dan resmi dihuni pada Mei 2005, dibuat empat lantai dengan 72 unit tempat tinggal di lantai dua, tiga, dan empat, sedangkan pada lantai satu digunakan sebagai tempat parkir, tempat pertemuan dan area bermain anak. Namun, dalam kurun waktu sekitar tiga tahun ini justru fasilitas – fasilitas rusunawa ini banyak tidak terawat. Contohnya, pada area bermain justru terlihat kosong, tidak ada anak yang bermain di area ini, bahkan mainannya banyak terlihat telah rusak, dan fasilitas pemadam kebakarannya justru kosong.
Para penghuni Rusunawa Kali Code ini merupakan hasil seleksi sejumlah warga yang mendaftarkan diri dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam Keputusan Walikota Yogyakarta No.85 tahun 2004 pasal 10. Persyaratan tersebut antara lain harus penduduk Yogyakarta yang dibuktikan dengan KTP dan kartu keluarga, memiliki pekerjaan tetap baik formal maupun informal, berpenghasilan rendah dengan pendapatan 1 (satu) kali UMP sampai dengan 2 (dua) kali UMP, sudah berkeluarga, maksimal anggota keluarga terdiri dari lima orang dan yang terakhir adalah belum memiliki rumah tinggal tetap.
Dalam setiap unit rumah luasannya berkisar 6,18 x 3,6 m, sudah termasuk di dalamnya fasilitas kamar mandi, dapur dan ruang servis, namun sepetak rumah tersebut rata – rata berpenghuni 2 – 5 orang dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dari sisa luasan ruang tersebut, beberapa penghuninya membuat sekat non permanen sesuai kebutuhannya masing-masing, ada yang terbuat dari tripleks, tirai, furnitur dan lain sebagainya. penyekat-penyekat ini dimaksudkan untuk membatasi ruang, diantaranya ruang tidur, ruang tamu, bahkan diantara mereka ada yang mengunakannya sebagai ruang usaha, yaitu dengan membuka warung kecil dan bengkel kerja kerajinannya.

B. Kebutuhan atau Keterpaksaan
Kebutuhan akan rumah tinggal jaman sekarang ini merupakan sesuatu yang pokok yang memang harus dipenuhi selain sandang dan pangan. Tetapi pengejawantahan dari kebutuhan-kebutuhan tersebut akhirnya juga dibatasi dengan faktor ekonomi atau daya beli masyarakat Yogyakarta yang telah terstratifikasi. Yang pada akhirnya juga masyarakat yang mempunyai daya beli rendah yang kena batunya.
Permasalahan utama kepemilikan rumah layak huni adalah masalah kemiskinan. Kemampuan ekonomi yang terbatas berakibat terbatas pula dalam memiliki rumah layak huni. Para penghuni yang sebagian besar adalah bekas warga Lempuyangan memang merasa terbantu dengan adanya rusun ini. Setelah diteliti lebih lanjut, ada beberapa motivasi yang mendasari penghuni rusun ini memilih bertempat tinggal di rusun pinggir kali ini, yaitu :
1. Keluarga baru (suami istri) yang ingin hidup pisah rumah dengan orang tua karena ”ikut mertua”.
2. Karena keterbatasan dana untuk memiliki rumah. Menariknya, ada salah satu penghuni yang mengatakan bahwa dia ingin mendaftar di rumah susun di Jalan Mangkubumi, ”dinggo duwen-duwen” katanya.
3. Dekat dengan tempat pekerjaan. Sebagian besar penghuni rusun ini adalah pedagang.
Adaptasi penduduk rusun ini dengan penduduk lokal tidaklah begitu sulit. Hal ini disebabkan karena penghuni rusun ini adalah bekas penduduk Lempuyangan yang ternyata tidak jauh dengan lokasi rusun. Tetapi yang menarik adalah relasi antara aspek sosial dan fisik yang terjadi di rusun ini. Relasi ini tampak ketika masyarakat kelas bawah yang semula tinggal di perkampungan yang bersifat horisontal harus melakukan adaptasi yang cukup intensif pada rumah susun yang bersifat vertikal.

C. Rusun = slum?
Tepi sungai sangat identik dengan daerah kumuh atau slum. Asumsi ini sangatlah melekat pada pikiran masyarakat kita. Meski ”pejuang-pejuang tanpa tanda jasa”, satu diantaranya yang cukup terkenal yaitu Rama Mangun dengan susah payah mengangkat citra tepi sungai untuk diberi label lebih baik tetapi tetap saja citra slum itu masih melekat. Terobosan pemerintah membangun Rusunawa ditepi kali Code ini memang layak diacungi jempol. Tetapi kemudian timbul pertanyaan : apakah tindakan pemerintah ini akan menjerumuskan rusun ke dalam lingkungan kumuh atau mencoba mengangkat citra slum di tepi kali menjadi lebih baik? Dibangunnya rusun ditempat yang sangat strategis, di sekitar Hotel Melia Purosani yang berbintang lima memang sangatlah menarik untuk diamati.

D. Solusi
Melihat fenomena-fenomena di atas, ada beberapa solusi untuk menjadikan rusunawa Code ini menjadi tempat tinggal yang layak huni, hommy dan mempunyai citra yang baik.
1. Tatanan komunal, yang biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan di luar rumah (out-door living). Di Rusun Code ini ruang komunal tidak difungsikan dengan baik. Jalan kampung yang sempit juga menjadikan tidak adanya ruang komunal bagi penghuni.
2. Tatanan komunal dengan private space diberikan tekanan yang jelas. Sehingga desain rumah susun dirancang sebagai rumah tinggal bagi keluarga besar. Disekitar ruang itu ada dapur dan kamar mandi yang mengelompok.
3. Citra slum harus dirubah dengan memberi sentuhan estetik di sekitar rusun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar