Minggu, 18 April 2010

Bahasa Ruang, Antara Estetika dan Teknologi
Martino Dwi Nugroho, MA.


Manusia hidup dalam ruang. Ruang adalah konsep arsitektur yang paling misterius dan tidak kasat mata. Konon semenjak dulu, ide ruang telah menjadi isu yang vital dalam diskusi ilmu filsafat maupun pengetahuan alam. Estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan. Keindahan telah menjadi bagian manusia yang mendunia. Estetika sangat berhubungan dengan makna. Uraian di bawah ini akan membahas tentang bagaimana sebuah ruang mengkomunikasikan diri dan diinterpertasikan menjadi sebuah jalinan makna dengan bungkus estetika (keindahan) dan teknologi.
Ruang membahasakan dirinya dalam bentuk-bentuk tertentu. Ruang dibuat bukan hanya sekedar untuk berlindung, memperoleh kenikmatan dan kenyamanan, akan tetapi lebih dari itu, ruang ditata agar mempunyai makna yang bertujuan untuk memperoleh ketenangan hidup, dan keselarasan antara ruang yang dihuni dengan lingkungan alamnya, sehingga ruang mencerminkan citra bagi pemiliknya. Citra menunjuk kepada yang transenden dan mampu memberi makna. Makna dan citra, selain mencakup estetik, juga mencakup kenalaran ekologis, karena mendambakan keselarasan dan keteraturan, yang bukan serba kebetulan ataupun kesemrawutan, melainkan sesuatu yang harmonis. Rumah sebagai objek desain dapat diamati sebagai sesuatu yang mengandung makna simbolik, makna sosial, makna budaya, makna keindahan, makna ekonomi, makna penyadaran, ataupun makna religious. Rumah adalah citra, cerminan jiwa dan cita-cita, serta lambang yang membahasakan segala yang manusiawi, indah, dan agung. Tanpa makna, apapun yang dikerjakan oleh manusia sama dengan ”tiada”.
Ruang merupakan salah satu karya arsitektur yang merupakan hasil dari kebudayaan manusia akan sangat dipengaruhi oleh kepribadian pemiliknya. Ruang termasuk di dalam penataan interiornya dapat mencerminkan watak, tingkah laku, gaya hidup, simbol, dan juga status sosial pemiliknya, sehingga dalam ruang terjadi dialog antara si “empunya” ruang dengan orang lain. Misalnya pada interior rumah Jawa memiliki ruang yang dapat menunjukkan status dan identitas sosialnya. Sumintardja (1978) menjelaskan bahwa “senthong tengah” pada rumah Jawa digunakan sebagai ruang pamer bagi penghuninya. Hal ini menunjukkan bahwa interior digunakan untuk mengkomunikasikan identitas dan status, terutama pada ruang-ruang yang dapat dilihat oleh orang lain. Demikian juga masyarakat tradisional di Toraja, mereka menandai identitas dan status social dengan jumlah tiang penyangga pada rumahnya. Semakin banyak tiang penyangga rumah, semakin tinggi status social pemilik rumah tersebut. Sekarang kita lihat tiang-tiang (saka) yang ada di interior rumah Jawa. Bentuknya serba mengekang diri, apa adanya, diibaratkan gaya tari atau gamelan yang anggun seperti Arjuna sang jago perang yang sakti tetapi sangat tenang, penuh rasa pasti terhadap diri sendiri. Pada masyarakat modern, ruang membahasakan diri dalam bentuk-bentuk yang semakin beragam meski dalam kemasan yang lebih sederhana. Ruang maskulin dan feminim salah satu contohnya. Ruang feminim lebih menggunakan warna-warna soft, unsur bunga, lebih luwes dan segala sesuatu yang identik dengan wanita. Baik di ruang pribadi (kamar tidur) atau tempat kerja, Unsur- unsur feminim tersebut tidak bisa hilang. Dalam pengungkapan estetika dalam ruang, sejak jaman dahulu hingga sekarang tidak bisa lepas dengan yang namanya teknologi. Dalam perkembangannya,teknologi semakin berperan dalam pengungkapan ide ruang baik pada struktur, fungsi, estetik, dan desain. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara estetika dan teknologi sangatlah erat. Estetika dianggap sebagai konsep berfikir, sedangkan teknologi dianggap sebagai alat untuk mewujudkan nilai estetik tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar