Minggu, 18 April 2010

Dalem Nototarunan, Bangunan Bersejarah Masa Mataram Islam
Riwayatmu Kini….


Martino Dwi Nugroho, MA.


Perjanjian Giyanti (1755) memang membawa pengaruh sangat besar terhadap struktur pemerintahan di Jawa (baca:Mataram) yaitu terbaginya kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan penjajah Belanda, lahirlah sebuah kerajaan baru di Jogjakarta, yaitu Kadipaten Pakualaman. Saat itu, Gubernur Jenderal Raffles menilai bahwa Sri Sultan HB II dan Sunan Solo tidak mentaati Perjanjian Tuntang. Karena itu, Sultan HB II dipaksa oleh Raffles untuk turun tahta. Kemudian, Raffles mengangkat Sri Sultan HB III dengan mengurangi daerah kekuasaan Kasultanan Jogjakarta. Sebagian dari wilayah kekuasaan Kasultanan diberikan kepada Pangeran Notokusumo yang adalah saudara dari Sri Sultan HB III. Daerah otonom ini – sebagian di dalam kota dan sebagian di daerah selatan Jogja (Adikarto) – menjadi sebuah Kadipaten baru yang dikuasai dan dipimpin oleh Pangeran Notokusumo tersebut. Pada tanggal 17 Maret 1813, Pangeran Notokusumo mengukuhkan tahtanya dan bergelar Pangeran Adipati Paku Alam I. Pada dasarnya, daerah Pakualaman ini merupakan hadiah dari Sultan Hamengku Buwana III (Santosa, 2008). Sebagai suatu kawasan kerajaan (baca:kadipaten), Pakualaman mempunyai beberapa bangunan tradisional bersejarah. Selain kraton Pakualaman, terdapat beberapa dalem pangeran yang tersebar di kawasan Pakualaman. Salah satu dalem Pangeran yang ada di Pakualaman adalah Dalem Nototuran.
Dalem Nototarunan, didirikan tahun 1811. Dalem ini dibangun oleh BPH. Notokusumo. Pada tahun 1812 dipergunakan sebagai rumah tinggal BRM. Salya putra K.G.P.A.A. Paku Alam I dengan garwa ampeyan raden Riya Purnamasari. BRM. Salya ini yang mengganti penguasa Puro dengan gelar KGPAA Paku Alam II. Dalam catatan yang berhasil dihimpun oleh BP3 Yogyakarta, bangunan tersebut sudah mengalami sepuluh kali pergantian status kepemilikan. Sehingga bisa dikatakan bahwa dalem Nototarunan adalah rumah tinggal putra mahkota Puro Pakualaman dan dapat dikatakan juga bahwa nilai dan kedudukan bangunan ini sama dengan Dalem Mangkubumen. Dalem ini adalah dalem yang mempunyai umur tertua dibanding dengan dalem-dalem yang ada di kawasan Pakualaman. Hal yang menarik pada bangunan ini adalah dilihat dari tahun pembuatan bangunan ini. Seperti telah disebutkan di atas bahwa bangunan ini didirikan tahun 1811, sedangkan Pangeran Notokusumo naik tahta menjadi Paku Alam I tahun 1813. Terdapat rentang waktu 2 tahun dimana pangeran Notokusumo bertempat tinggal. Ada kemungkinan bahwa sebelum pindah ke Kraton atau Puro Pakualaman, Pangeran Notokusumo bertempat tinggal di Dalem Nototarunan. Kita ingat ketika Pangeran Mangkubumi membangun Kraton Yogyakarta, selagi karton belum selesai, beliau beserta keluarganya pertempat tinggal di Istana Ambarketawang, di daerah Gamping.
Bangunan yang menghadap selatan dengan dengan luas bangunan 605 m² dan luas tanah 2317 m² yang beralamat di Gunungketur PA II/128 RT 24 RW 06 Yogyakarta mempunyai beberapa bagian ruang seperti bangunan dalem pada umumnya seperti kuncungan, pendapa, pringgitan, dalem ageng, gadri, gandok kiwa, seketheng. Dapur saat ini sudah tidak ada. Bangunan ini dikelilingi oleh tembok keliling dan mempunyai pintu gerbang yang oleh orang-orang sekitar disebut manuk beri. Ada beberapa bangunan magersari disisi timur. Pada tanggal 27 Mei 2006, sesaat setelah kejadian gempa bumi dahsyat yang melanda DIY – Jateng, Dalem Nototarunan merupakan salah satu bangunan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi yang terjadi. Beberap bagian yang hilang dan rusak berat antara lain manuk beri, kuncung dan gadri. Namun sudah 3 (tiga) tahun lebih bencana berlalu, tetapi sampai saat ini, Dalem tersebut masih saja terbengkalai dan belum direhabilitasi. Perlu kerjasama semua pihak baik masyarakat, pemerintah, swasta dan perguruan tinggi untuk ikut serta dalam upaya konservasi bangunan ini, mengingat bangunan ini mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi. Diharapkan dengan direhabilitasinya dalem ini, nilai historik dan nilai kulturalnya tetap terjaga dan terlestarikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar